Menghidupkan Kembali Dalem Kepatihan Banyumas sebagai Wisata Edukasi

Puwokerto – Kota lama Banyumas merupakan salah satu kawasan bersejarah yang masih mempertahankan warisan budaya di tengah perkembangan modernisasi. Kawasan ini dulunya menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda sebelum ibukota kabupaten dipindahkan ke Purwokerto. Kini wilayah tersebut dikembangkan menjadi destinasi wisata budaya dan sejarah yang menampilkan beberapa bangunan peninggalan seperti Bale Adipati Mrapat, Tamansari, Masjid Nur Agung Sulaiman dan Dalem Kepatihan Banyumas yang telah dialihfungsikan sebagai destinasi wisata edukasi.

Dalem Kepatihan merupakan kediaman resmi seorang Patih, pejabat tertinggi kedua setelah bupati pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan yang berlokasi di Desa Sudagaran Banyumas ini, pernah ditinggali oleh Patih Sontodiredjo yang mendampingi Bupati Martadireja III kemudian dilanjutkan oleh Patih Poerwosoeprodjo yang mendampingi Bupati Gandasoebrata. Arsitektur bangunan yang kokoh dan sederhana, mencerminkan perpaduan gaya rumah Joglo Jawa Tengah dengan bangunan Belanda.

Setelah tidak dihuni selama lebih dari tiga dekade, Dalem Kepatihan kini dikelola oleh R. Kabul Priyatno yang merupakan keturunan Patiih Poerwosoeprodjo dari anak ke-11 yaitu R.A Loehori. Kabul bersama istrinya memutuskan untuk kembali merawat rumah peninggalan yang menyimpan banyak kisah masa lalu. Langkah tersebut mendapat dukungan dari Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata pada tahun 2023 yang mendorong alih fungsi bangunan bersejarah menjadi destinasi wisata edukatif di Kawasan Kauman Heritage Banyumas bersama 6 destinasi wisata lainnya.

Renovasi dilakukan pada tahun 2024 untuk memperbaiki struktur bangunan yang telah rubuh dan menata ulang bagian Dalem Kepatihan. Setelah proses perbaikan selesai, Dalem Kepatihan resmi dibuka pada bulan Juni 2025. Keberadaan Dalem Kepatihan menambah daya tarik wisata yang menjunjung nilai edukatif bagi masyarakat.

“Dalem Kepatihan bukan hanya bangunan tua, tetapi menjadi bagian dari perjalanan Banyumas,” ujar Kabul. Ia menjelaskan bahwa rumah ini pernah menjadi tempat tinggal sejumlah tokoh penting seperti Letnan R. Soeprapto yang menjadi pahlawan revolusi dan Laksamana TNI R. Subijakto, mantan Kepada Staf Angkatan Laut.

Pada bagian timur Dalem Kepatihan, terdapat ruang dokumentasi yang menampilkan silsilah keluarga besar Patih Poerwosoeprodjo. Informasi tersebut tersusun rapi mulai dari istri pertama hingga terakhir, lengkap dengan keturunan yang banyak bergerak di bidang militer dan kesehatan. Menurut Kabul, dokumentasi ini bertujuan untuk mempermudah pengunjung dalam memahami sejarah keluarga patih yang menjadi perjalanan dari budaya Banyumas.

Salah satu pengunjung, Adi (20) mengaku terkesan setelah berkunjung ke Dalem Kepatihan. “Bangunannya sederhana tapi punya nilai sejarah yang besar. Banyak barang antik dan cerita menarik yang disampaikan langsung oleh pengelola, membuat pengalaman berkunjung ke Dalem Kepatihan terasa berbeda,” ungkap Adi. Ia berharap destinasi seperti ini dapat terus dikembangkan dan menjadi tempat belajar sejarah yang menarik bagi generasi muda.

Pengelola juga menyampaikan harapannya agar keberadaan Dalem Kepatihan ini dapat mendorong minat generasi muda untuk lebih peduli dengan pelestarian budaya lokal. “Anak-anak muda perlu untuk mengenal sejarah daerah mereka sendiri. Kalau mereka punya rasa memiliki, pelestarian budaya bisa berkembang dan berjalan lebih baik,” tuturnya.

Upaya menghidupkan kembali Dalem Kepatihan sebagai wisata edukasi menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak hanya diwujudkan dengan merawat bangunan secara fisik, tapi juga menumbuhkan kesadaran kolektif tentang nilai dari sejarah itu sendiri. Dengan ini, upaya pelestarian budaya di lingkungan Banyumas semakin terasa nyata. Kehadiran pengunjung dari berbagai kalangan menunjukkan bahwa  warisan sejarah masih memiliki tempat di tengah masyarakat modern. Dengan pengelolaan yang baik dan dilengkapi dengan dukungan dari berbagai pihak, Dalem Kepatihan Banyumas diharapkan dapat terus berkembang sebagai ruang edukasi yang berkelanjutan. Bangunan ini menjadi contoh nyata bahwa warisan sejarah tetap bisa eksis sekaligus menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai dan menjaga identitas budaya daerahnya sendiri.

Dewi Aulia Setiani

Pos Terbaru

GIRALOKA berupaya menjadi media yang terbuka bagi banyak suara, mudah dicerna tanpa kehilangan ketajaman analisis, serta relevan di tengah gempuran informasi digital yang serba cepat. Kami ingin menghadirkan bacaan yang ringan tapi bermakna, alternatif tetapi tetap dapat dipercaya, sehingga pembaca tidak hanya sekadar mengonsumsi informasi, melainkan juga diajak untuk memahami, meresapi, dan—pada akhirnya—ikut menyumbangkan suara.