Kesenian Buncisan Semarakkan Kerja Sama Dispora dan FISIP

Tabuhan kendang dan iringan penyanyi menggema di lapangan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman pada Kamis, 2 Oktober 2025. Pertunjukan kesenian Buncisan khas Banyumas itu menjadi sorotan utama dalam acara kerja sama antara Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) dengan FISIP, menghadirkan suasana meriah sekaligus kental nuansa budaya lokal.

Kesenian Buncisan dikenal sebagai salah satu kesenian unggulan dari Banyumas. Ciri khasnya tampak dari kostum para pemain yang menggunakan ikat kepala berupa bulu-bulu dan coretan loreng di wajah, menggambarkan kisah lama tentang prajurit Jawa yang melarikan diri dari penjajahan.  Sementara itu, alunan angklung turut melengkapi pertunjukan sebagai pengiring musik, menjadikan Buncisan tampil semakin meriah dan berbeda dari kesenian lain.

Di Desa Tanggeran, kesenian ini sudah bertahan hingga lima generasi. Anggota kelompok sebagian besar adalah anak maupun cucu keturunan para pendahulu Buncisan. Dalam setiap pertunjukan, Buncisan biasanya disertai dengan persiapan sesaji yang diyakini memiliki keterkaitan dengan unsur spiritual.

Tabuhan kendang mulai menggema sejak pertunjukan Buncisan dimulai. Para pemain tampil energik dengan mengenakan pakaian bernuansa merah dan ikat kepala seperti suku Dayak. Penonton yang memenuhi lapangan Ilmu Politik ikut bertepuk tangan mengikuti irama.

Salah satu penonton juga turut merasakan kemeriahan acara. Nilta (19), mahasiswa Sosiologi Unsoed, mengaku sangat senang dengan pertunjukan Buncisan. “Kebetulan aku bukan dari Banyumas, jadi aku baru tau ada kesenian yang namanya Buncisan. Rasanya tentunya seneng banget ya kak karena aku juga tertarik tentang kebudayaan-kebudayaan yang ada di Banyumas ini karena temen-temen aku banyak yang dari Banyumas. Mereka tuh sering banget ngobrolin tentang Ebeg, Lengger. Nah, kebetulan aku juga baru tau ternyata ada juga yang namanya Buncisan. Setelah denger ada seminar tentang kebudayaan, aku langsung cepet-cepet daftar, pengen tau apasih itu budaya-budaya apa aja yang ada di Banyumas.”

Ia juga menambahkan pentingnya pelestarian kesenian ini. “Di seminar tadi sempet di mention bahwa Buncisan perlu kita lestarikan di era globalisasi karena udah jarang anak-anak yang tau. Jadi menurut aku, ini bermanfaat banget, ga cuma bagi pelakunya tapi juga buat kita. Misal, penelitian skripsi bisa memiliki akses selain Lengger dan Ebeg, ada juga Buncisan.” tutur Nilta.

Lebih dari sekedar hiburan, suara penyanyi, tabuhan kendang, dan alunan angklung dalam acara ini menjadi simbol harmonisasi antara dunia akademik, pemuda, dan budaya. Dispora dan FISIP berharap kerja sama yang dibangun tidak hanya melahirkan program-program formal, tetapi juga terus menumbuhkan rasa cinta terhadap kearifan lokal.

Fatih Al Aziizah

Pos Terbaru

GIRALOKA berupaya menjadi media yang terbuka bagi banyak suara, mudah dicerna tanpa kehilangan ketajaman analisis, serta relevan di tengah gempuran informasi digital yang serba cepat. Kami ingin menghadirkan bacaan yang ringan tapi bermakna, alternatif tetapi tetap dapat dipercaya, sehingga pembaca tidak hanya sekadar mengonsumsi informasi, melainkan juga diajak untuk memahami, meresapi, dan—pada akhirnya—ikut menyumbangkan suara.