Juru Kisah Trotoar: Tinjauan Fenomena Fotografer Jalanan dalam Konteks Etika dan Komunitas Modern

Fenomena fotografer jalanan (street photographer) adalah salah satu praktik seni visual yang paling jujur dan mendasar. Jauh dari panggung studio yang terencana dengan berbagai desain yang terkonsep,  fotografer jalanan adalah juru kisah visual yang bersedia hadir setiap saat untuk mengabadikan sebuah momen. Kehadiran mereka di jalanan, dengan kamera yang siap siaga, bukan sekadar hobi atau profesi itu adalah sebuah upaya filosofis untuk mengabadikan momen-momen paling rentan dan autentik dari kehidupan kolektif kita. Namun, di era modern, apakah fotografer jalanan ini masih menjadi hobi? Atau malah menjadi suatu komersil. Beberapa fenomena memperlihatkan bagaimana seorang fotografer jalanan menjual hasil fotonya melalui marketplace dalam beberapa event.

Aksi Melihat: Empati di Balik Lensa

Seorang fotografer jalanan yang hebat bukanlah sekadar pemotret yang cepat, melainkan seorang pengamat yang sangat empatik. Mereka harus memiliki kepekaan untuk membedakan antara kebisingan latar belakang dan beberapa yang memuat makna besar, seperti tatapan mata, gelak tawa, postur tubuh yang menunjukkan kelelahan, atau interaksi sesaat yang penuh kehangatan.

Kualitas ini mendekati konsep “Momen Penentu” (The Decisive Moment) yang dipopulerkan oleh maestro Henri Cartier-Bresson (1952). Ia mendefinisikan fotografi sebagai “pengakuan serentak, dalam sepersekian detik, akan signifikansi suatu peristiwa dan organisasi bentuk yang tepat yang mengekspresikan peristiwa tersebut.” Melalui lensa mereka, fotografer mengajarkan kita untuk melambatkan ritme hidup dan menghargai detail-detail yang membentuk kain kehidupan sehari-hari.

Fotografi jalanan berfungsi sebagai cermin sosial. Ia merekam kesenjangan, kegembiraan, kesendirian, dan keragaman tanpa penghakiman. Momen yang dibidik seorang ibu yang menggenggam tangan anaknya, bayangan yang melintas di dinding tua, atau sepasang kekasih yang tertawa lepas. Di sinilah letak nilai kemanusiaannya: mereka mengubah orang asing menjadi subjek yang patut dipahami, memecah sekat isolasi yang sering diciptakan oleh kehidupan kota yang serba cepat.

Arsip Bernapas: Sejarah dari Bawah

Dalam konteks sejarah, fotografer jalanan adalah arsiparis jiwa kota. Mereka menyusun dokumentasi tak tertulis yang jauh lebih intim dan jujur daripada catatan sejarah resmi. Karya mereka menjadi ‘arsip bernapas’ yang menunjukkan bagaimana kita berpakaian, bagaimana kita berinteraksi, dan apa yang kita anggap lumrah pada periode waktu tertentu.

Berbeda dengan sejarah yang sering ditulis dari perspektif kekuasaan atau elit, foto jalanan adalah sejarah yang disajikan dari sudut pandang orang-orang biasa. Ini adalah demokrasi visual: setiap individu di jalanan, terlepas dari status sosialnya, memiliki potensi untuk menjadi pahlawan atau simbol dalam sebuah narasi visual. Dengan demikian, fenomena ini memastikan bahwa memori kolektif kita tidak hanya tentang peristiwa besar, tetapi juga tentang cara kita hidup, bernapas, dan bertahan hari demi hari.

Relevansi Komunitas: Fotografi Event Lari dan CFD

Semangat humanis dari fotografi jalanan berlanjut, dan bahkan berlipat ganda, dalam konteks acara publik seperti maraton, bersepeda santai, atau Car Free Day (CFD). Jika fotografi jalanan murni mengabadikan anonimitas dan keterasingan, fotografi event lari dan CFD berfokus pada perayaan kolektif dan pengakuan publik.

Dalam event lari, fotografer mencari Momen Penentu yang berbeda, bukan sebuah kebetulan, melainkan manifestasi tekad, pencapaian pribadi, dan solidaritas persahabatan. Mereka membidik kerutan lelah di wajah pelari di garis akhir, pelukan dukungan dari sesama peserta, atau senyum bangga saat medali dikalungkan. Fotografer event lari adalah chronicler yang merekam usaha keras yang mengagumkan, memberikan validasi visual atas perjuangan fisik dan mental.

Sementara itu, foto-foto di CFD menangkap ruang publik dari dominasi kendaraan. Subjeknya adalah kegembiraan murni keluarga yang bermain di tengah jalan raya, interaksi antar komunitas, dan kebebasan yang langka saat kota ‘bernapas’ sejenak. Fotografi jenis ini tetap humanis karena ia mendokumentasikan kebahagiaan bersamamenunjukkan bahwa jalanan dapat menjadi panggung persatuan dan kegembiraan, bukan hanya jalur transportasi. Intinya, fotografer ini adalah saksi bisu yang mengabadikan bagaimana manusia bertransformasi dan berinteraksi saat berada dalam tujuan yang sama.

Tanggung Jawab dan Etika Martabat

Tentu saja, praktik mulia ini tidak terlepas dari dilema etika. Fotografi jalanan melibatkan pengambilan gambar tanpa izin subjek, yang menyentuh isu privasi dan martabat manusia. Filosof Susan Sontag dalam karyanya yang kritis, On Photography (1977), pernah menulis bahwa “Memotret adalah mengagungkan realitas.” Kutipan ini menyoroti bahwa setiap tindakan memotret adalah tindakan subjektif yang memberikan kekuasaan pada subjek.

Pendekatan humanis menuntut bahwa seorang fotografer harus selalu beroperasi dengan kesadaran moral: bagaimana cara mengambil gambar tanpa merampas martabat seseorang? Fotografi jalanan dan event yang etis adalah tindakan yang berhati-hati, di mana fotografer berupaya untuk memuliakan subjeknya, bukan mengeksploitasi penderitaannya atau menampilkan kerentanan mereka dengan sinis. Jika sebuah bidikan menghilangkan kemanusiaan subjeknya, ia telah gagal dalam misi humanisnya. Etika ini menuntut adanya kehadiran yang senyap, niat yang tulus, dan kesadaran bahwa setiap klik rana adalah keputusan moral. Praktik ini semakin dipertegas dalam karya kontemporer yang menyerukan etika kepedulian (ethic of care) dalam jurnalisme visual modern (Walgren & Pixley, 2025).

Sentimen Fotografi Jalanan

Berdasarkan data yang dikutip melalui platform drone emprit yang diteliti oleh Ismail Fahmi (2025), menyatakan bahwa isu tentang fenomena fotografer jalanan diberitakan dalam 159 artikel dan 343 mentions, serta sample percakapan di media sosial sebanyak 2.794 mentions selama 25 Oktober – 4 November 2025. Media online memberikan hasil positif 42%, negatif 41%, netral 17%. Sedangkan media sosial positif 12%, negatif 72%, netral 16%.

Hasil sentimen positif menyebutkan bahwa Fotografer jalanan memudahkan pelari dapat potret diri. Fenomena ini ciptakan lapangan pekerjaan dan penghasilan. Fotografer memiliki hak motret, publik memiliki hak menolak. Sebagian pelari senang difoto dan beli foto mereka. Sedangkan sentimen negatif yang dihasilkan adalah Motret dan jual foto tanpa izin langgar privasi dan UU PDP. Warga, terutama perempuan, merasa risih dan terintimidasi. Publik kehilangan kontrol atas foto diri mereka. Risiko foto disalahgunakan untuk stalking, fetish, pengawasan, atau teknologi Al. Foto Yu dan Al memfasilitasi pengumpulan data tanpa izin. Pemotretan dan penjualan foto pelari dilakukan tanpa persetujuan

Penutup

Fotografer jalanan baik yang mencari kebetulan  di hari biasa maupun yang merekam beberapa moment seperti di event lari adalah potret kehidupan sehari-hari, terlepas dari adanya sentimen negatif maupun positif, Mereka menggunakan lensa sebagai pena untuk menulis  tentang eksistensi kita. Mereka mengingatkan kita bahwa keindahan dan drama terbesar tidak terjadi di panggung, tetapi di trotoar yang kita lewati setiap hari. Dengan mengabadikan wajah-wajah yang terlupakan dan momen-momen yang terabaikan, mereka tidak hanya memperkaya galeri seni mereka memperkaya pemahaman kita tentang apa artinya menjadi manusia. Fenomena ini adalah esensial, sebab ia adalah penjaga empati kita, memastikan bahwa kita tidak pernah benar-benar merasa asing di antara sesama kita.

Daftar Pustaka

Cartier-Bresson, H. (1952). The Decisive Moment. Simon & Schuster.

Sontag, S. (1977). On Photography. Farrar, Straus and Giroux.

Howarth, S., & McLaren, S. (2011). Street Photography Now. Thames & Hudson.

Walgren, J., & Pixley, T. (2025). Critical Photojournalism: Contemporary Ethics & Practices. Routledge.

 

Rohmah Nia Chandra Sari

Pos Terbaru

GIRALOKA berupaya menjadi media yang terbuka bagi banyak suara, mudah dicerna tanpa kehilangan ketajaman analisis, serta relevan di tengah gempuran informasi digital yang serba cepat. Kami ingin menghadirkan bacaan yang ringan tapi bermakna, alternatif tetapi tetap dapat dipercaya, sehingga pembaca tidak hanya sekadar mengonsumsi informasi, melainkan juga diajak untuk memahami, meresapi, dan—pada akhirnya—ikut menyumbangkan suara.